Debu dan Abu di PL
Catatan : Abu berbeda dengan Debu
Di masa PL, debu dan abu digunakan
sebagai penanda penyesalan, dukacita (kesedihan) dan kepahitan (mourn and
bitterness).
Debu
Tiga sahabat Ayub merobek jubah mereka dan menaburkan debu di atas kepala mereka sebagai
tanda kesedihan atas apa yang dialami Ayub
(Ayub 2:11-12).
Debu dan Abu
Ayub menyamakan dirinya dengan debu
dan abu sebagai tanda penyesalan (repent) setelah Allahnya berfirman
kepada dia menjawab gugatan/komplain yang sebelumnya diucapkannya kepada
Allahnya. (Ayub 42:6)
Abu
Dari Kitab Esther 4:1-3
kita ketahui bahwa perobekan jubah dan
pemakaian abu adalah tanda kesedihan
yang dilakukan Mordekhai dan kemudian oleh orang Yahudi. Kesedihan akibat pembantaian yang akan dialami bangsa
Israel akibat adanya peraturan baru Kerajaan Persia.
Demikian pula yang tertulis di Kitab Yehezkiel, menaruh debu
di atas kepala dan berguling di abu adalah tanda kesedihan (Yeh27:30)
Satu-satunya ayat yang secara langsung menunjukkan peletakan
abu di atas kepala adalah yang dilakukan Tamar
di 2 Sam 13:19.Tamar bersedih atas kejahatan yang
telah dialaminya.
Abu di PB
Percikan abu lembu muda untuk menguduskan yang najis (Ibrani
9:13-14).
------------
Walaupun debu dan abu digunakan orang di masa lalu sebagai tanda
dukacita atau kepahitan namun penggunaan abu dan debu tersebut bukanlah sebuah
perintah dari Allah,
Rabu Abu
Nama Rabu Abu berasal dari pengolesan abu pertobatan di dahi
para jemaat disertai dengan ucapan "Bertobatlah dan percayalah pada
Injil" atau diktum "Ingatlah bahwa engkau adalah debu, dan engkau
akan kembali menjadi debu". (Kej 3:19). Catatan di PL yang pertama kali
menganalogikan manusia sebagai debu dan abu adalah oleh Abraham yang tertulis
di Kej 18:27.
Adalah Aelfric of Eynsham, seorang kepala biara Inggris,
pada abad ke 10 yang pertama kali menempatkan ritual “dies cinerum” (day of
ashes) sebagai awal dari rangkaian periode Paskah (Jumat Agung-Paskah).
Dia menulis :
“We read in the books
both in the Old Law and in the New that men who repent their sins bestrewed
themselves with ashes and clothed their bodies with sackcloth. Now, let us do
this little at the beginning of our Lent that we strew ashes upon our heads to
signify that we ought to repent of our sins during the Lenten fast. “
Dan kemudian dia memaksakan rekomendasinya ini dengan pencontohan
yang menakutkan perihal seseorang yang menolak datang ke gereja untuk Rabu Abu dan beberapa hari kemudian tewas
secara tak sengaja dalam sebuah perburuan babi hutan(Aelfric, “Lives of
Saints”, ed. Skeat, I, 262-266).https://catholicsay.com/what-is-ash-wedneesday/
Tradisi ini diikuti hingga saat ini oleh Gereja Katholik.
Martin Luther menolak tradisi/ritual Rabu Abu ini.
Praktek menaburkan kepala dengan abu telah ada sebelum munculnya
agama Kristen. Itu adalah simbol berkabung untuk orang mati di Yunani Kuno dan
Mesir. Abu berfungsi sebagai pengingat bahwa tidak ada dari kita yang abadi dan
cepat atau lambat kita akan menjadi debu, abu.
(Sumber 1:
https://culture.pl/en/article/why-do-poles-have-ash-sprinkled-on-their-heads)(Sumber
2
:https://christianity.stackexchange.com/questions/50887/what-is-the-origin-of-throwing-dust-over-head-as-a-sign-of-mourning-in-the-bib)
Kontemplasi :
Pengaitan dengan Kej 3:19
“dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena
dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."
Debu berbeda dengan abu. Kembali menjadi debu adalah sebuah konsekuensi
yang menggambarkan kesementaraan, ketidakfanaan, bukan penanda kesedihan atau
penyesalan.
Kalau kita bicara ritual/simbol :
Pertobatan yg diajarkan
di Perjanjian Baru adalah dengan baptisan
air oleh Yohanes Pembaptis, dengan tujuan memohonkan hati nurani yg baik pada
Allah (Mark 1:4 dan 1 Pet 3: 21) dan
dengan Baptisan Roh Kudus oleh Yesus/Allah yakni ketika si manusia serius dalam
imannya. (Mat 28:19; Kisah 2:38-39)
Perihal pantang atau
puasa :
Puasa atau pantang adalah karena mempelai wanita (alias
manusia pengikut Yesus) menantikan dan mempersiapkan diri utk bertemu mempelai
Pria (Yesus) yang digambarkan melalui perumpamaan tentang gadis yang bijaksana
dan gadis yang bodoh (Mat 25:1-13).
Puasa dan pantang karena manusia sejatinya adalah anak-anak Allah dan
tanah (materi, tubuhfisik/debu tanah) tidak ada tempatnya di kerajaan surga
(Yoh6:63).
Kejadian 3:19 bicara tentang kefanaan manusia yang jatuh dalam
dosa. Yang kemudian akan bersusah payah hidup dari tanah sampai akhirnya
kembali ke dalam tanah, yakni tubuh fisiknya.
Adapun rohnya, roh tersebut harus hidup dalam Roh untuk beroleh
hidup kekal, yang salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan
berpuasa. Namun demikian, bukan puasa
atau berpuasa itu yang menghidupkan si roh tetapi adalah karena Kasih
Allah (only by grace) sebagaimana
dicontohkan ke penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus yang meminta Yesus mengingatnya
atau seperti kepada roh-roh yang terpenjara yang kepada mereka Yesus datang memberitakan
Injil (1 Pet 3:19-20; 1 Pet 4:6). Mereka tidak puasa atau pantang tapi tetap
diberikan kasih karunia Allah agar dapat hidup dalam roh.
Kembali ke penyataan Aelfric of Eynsham, kepala biara
Inggris di bagian atas..
Dikutip ulang :
“We read in the books both in the Old Law and in the New that men who repent their sins bestrewed themselves with ashes and clothed their bodies with sackcloth. Now, let us do this little at the beginning of our Lent that we strew ashes upon our heads to signify that we ought to repent of our sins during the Lenten fast. “
Di mana ada tertulis di PB (in the New) orang yang mengaku dosa menaburi tubuhnya
dengan abu dan memakai baju dari karung ?
Shalom, TR