Minggu, 05 April 2020

3 Hari 3 Malam

3 hari 3 malam itu 'ngitungnya dari hari Kamis, bukan dari hari Jumat/kematian karena  12 ayat yg ada secara konsisten menulis bhw hari ketiga itu adalah dari saat Anak Manusia diserahkan, alias dari hari Kamis, bukan dari saat kematian.
Kapankah Yesus diserahkan ke dalam tangan manusia ?
Jawab :
Yakni dimulai  dari penghianatan Yudas Iskariot,yakni setelah perjamuan makan terakhir.  Di Kamis malam, Yudas menemui orang-orang yang kemudian akan menangkap Yesus di taman Getsemani.

Yoh 13:30 Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.


---
Lihat salah satu dari 12 ayat :

Matius 17:22-23 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia
dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali.



Lihat di ayat tsb : diserahkan, dibunuh dan ---> pd hari ketiga Ia akan dibangkitkan.

Hari : Jumat -Sabtu-Minggu
Malam : malam Jumat-malam Sabtu, malam Minggu.


12 ayat di Kitab PB yang dimaksud adalah :

1.Mat 16:21
2.Mat 17:22
3.Mat 20:18
4.Mark 8:31
5.Mark 9:31
6.Mark 10:34
7.Luk 9:22
8.Luk 18:31
9.Luk 24:7
10.Luk 24:25
11.Luk 24:46
12.Kis 10:39

Penyaliban


Bagian Pertama : Pertemuan Dua Kehendak

Yesus berkata bhw dia diutus oleh BapaNya.  Dia melakukan pekerjaan2 BapaNya : mengajar, menyembuhkan yang sakit, mentahirkan yang kusta, mengusir setan, membangkitkan yang mati dan mengampuni dosa. Singkatnya, Dia diutus untuk menyelamatkan/menolong manusia.

Lalu ada peristiwa penyaliban…
Apakah Bapa juga mengutus Yesus untuk mati di kayu salib ? Diutus untuk mati/dibunuh oleh otoritas politik dan agama pada waktu itu ?

Menyelamatkan dengan menyuruh mati disalibkan ?. Atau sebagaima yg disalahpahami sebagian orang, yakni bahwa Bapa menghendaki kematian anaknya di kayu salib agar amarahnya pada manusia menjadi padam ? Wadoohh ! . Apakah demikian ?. Tidak !

Lantas ?

Pada peristiwa penyaliban, bertemu dua kehendak, yakni. :

1) kehendak orang2 yg menentang kehendak Allah, dan
2) kehendak Allah.

Penentang kebenaran (penentang Allah dan Yesus) menghendaki penyaliban sebagai  jalan untuk menyudahi/menghentikan Yesus. Otoritas agama Yahudi merencanakan pembunuhan atas Yesus  dan penyaliban adalah jalan yang mereka minta/pilih  untuk itu.

Di sisi seberangnya, kehendak Allah adalah menyelamatkan manusia, sebagaimana pekerjaan2 Yesus yg telah diuraikan di atas. 

Dalam peristiwa penyaliban, kehendak Allah adalah menanggung kedegilan hati manusia, menanggung penentangan manusia tersebut, karena Kasih menanggung segala sesuatu. Kehendak Allah dan Yesus adalah mengasihi manusia sehingga ditanggunglah bahkan penolakan itu. Diterimalah rencana pembunuhan atas Yesus tersebut.  

Penanggungan yang justru mengajarkan pada manusia bahwa Kasih tidak berubah walau hinaan dan siksaan sampai pembunuhan tubuh fisik dilakukan oleh manusia.

Penolakan atas kebenaran, hinaan, siksaan bahkan pembunuhan atas tubuh fisik akan dihadapi, akan ditanggung oleh Yesus, utusan Allah tersebut. Bukan penghancuran atau pembinasaan para penentang tersebut  namun justru dengan menunjukkan dan memberikan kasih, yakni dgn menanggung/menerima penentangan tersebut. Allah dan Yesus menghadapi penentangan itu dengan Kasih, karena kasih menanggung segala sesuatu.

Manusia berdosa (dulu dan sampai di masa sekarang) artinya manusia menentang Allah, berbeda kehendak dengan Allah.  Secara prinsip penentangan ini sama dengan Farisi dan ahli-ahli taurat yang menentang Yesus kala itu, yang merancang pembunuhan lewat penyaliban atas Yesus.  Melalui pekerjaan Yesus dan peristiwa penyaliban, Allah melalui Yesus mengajarkan bahwa Dia menanggung penentangan manusia tersebut, Dia mengampuni dan mengasihi manusia. Dan manusia yang mau kembali padaNya, menerima AnakNya akan menerima Kasih KaruniaNya (grace, Yoh 1:17).

Di masa hidupNya sebagai manusia, Yesus berkata agar datang kepadaNya dalam keletihlesuan dan beban berat yang kita alami (Mat 11:28), Dia berkata bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup (Yoh 11:25) dan sampai dalam kematian yang dirancang oleh manusia kepadaNya Dia tetap dalam kasihNya. Dialah juruselamat yang diutus oleh Bapa. Dialah Gembala yang Baik, yang akan membawa manusia2 yang datang padaNya, manusia2 yang berdosa, manusia-manusia yang menentang Allah kembali ke hadirat Bapa bersama Dia.



Bagian Kedua : Tidak Bisa atau Tidak Mau

Bagaimana mau menyelamatkan manusia lah sendirinya aja tidak  bisa menyelamatkan dirinya ?

Tepatnya sebenarnya bukan tidak BISA menyelamatkan diri tapi tidak MAU menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mau menyelamatkan diri sendiri karena memang mau menyelamatkan orang lain.
Ini bisa dengan mudah kita pahami dengan melihatnya pada peristiwa sehari2 yang walau skalanya lebih kecil namun prinsipnya sama. Contohnya bisa kita lihat pada seorang ibu yg berkorban demi anak yang akan dilahirkannya. Sang ibu tidak mau menyelamatkan dirinya sendiri demi anaknya. Contoh lain adalah pada para pejuang yang berjuang untuk kemerdekaan. Mereka tidak mau menyelamatkan dirinya sendiri karena ingin menyelamatkan yang lainnya, agar bangsanya bisa menghirup udara kemerdekaan.

Benar bahwa Yesus tidak selamat, yakni tidak selamat dalam konteks fisikal. Tidak selamat secara fisikal alias mati, kematian fisikal. Rohnya terlepas dari tubuh fisiknya (Luk 23:46).
Lantas keselamatan apa yang bisa diberikannya ?

Yang hendak dituju atau tujuan kedatangan Yesus adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, menyelamatkan roh manusia, agar roh bisa kembali ke hadirat Allah.

Di peristiwa penyaliban , Yesus adalah pemenang. Rohnya tetap mengasihi Bapa dengan sempurna tanpa terpengaruh oleh penderitaan fisikal yang dialaminya. Kasihnya yang sempurna pada Bapa telah menyelamatkannya. Dan kasihNya pada sesamanya manusia juga tidak berubah sedikitpun walau dalam kondisi penderitaan fisik yang dialaminya.

Oleh karena kasihnya pada Bapa dan pada sesamanya manusia tersebut maka kemudian Yesus dapat menyelamatkan manusia, menjadi juru selamat manusia, yakni menjadi perantara, menjadi penghubung antara Bapa dan manusia yang meminta pertolongan pada Yesus. Prinsipnya sama saja pada orang-orang yang meminta pertolongan pada Yesus untuk kesembuhan atau dalam hal pengusiran setan atau dalam hal pertolongan2 lainnya. Permintaan pertolongan keselamatan roh adalah meminta tolong pada Yesus untuk membawa roh kembali ke hadirat Allah. Analoginya sebagaimana gembala menggendong pulang dombanya kembali ke kandang atau menempatkan si domba di rumput yang hijau dan dekat air yang tenang.



salam,
topan ripan

Tulisan terkait :


Selasa, 03 Maret 2020

Abu, Debu dan Rabu Abu

Debu dan Abu di PL 

Catatan : Abu berbeda dengan Debu

Di masa PL, debu dan abu digunakan sebagai penanda penyesalan, dukacita (kesedihan) dan kepahitan (mourn and bitterness).

Debu 
Tiga sahabat Ayub merobek jubah mereka dan menaburkan debu di atas kepala mereka sebagai tanda kesedihan atas apa yang dialami Ayub (Ayub 2:11-12).

Debu dan Abu

Ayub menyamakan dirinya dengan debu dan abu sebagai tanda penyesalan (repent) setelah Allahnya berfirman kepada dia menjawab gugatan/komplain yang sebelumnya diucapkannya kepada Allahnya. (Ayub 42:6)

Abu 
Dari Kitab Esther 4:1-3  kita ketahui bahwa  perobekan jubah dan pemakaian abu adalah tanda kesedihan yang dilakukan Mordekhai dan kemudian oleh orang Yahudi. Kesedihan akibat pembantaian yang akan dialami bangsa Israel akibat adanya peraturan baru Kerajaan Persia.

Demikian pula yang tertulis di Kitab Yehezkiel, menaruh debu di atas kepala dan berguling di abu adalah tanda kesedihan (Yeh27:30)

Satu-satunya ayat yang secara langsung menunjukkan peletakan abu di atas kepala adalah yang dilakukan Tamar di 2 Sam 13:19.Tamar bersedih atas kejahatan yang telah dialaminya.


Abu di PB
Percikan abu lembu muda untuk menguduskan yang najis (Ibrani 9:13-14).

------------

Walaupun debu dan abu digunakan orang di masa lalu sebagai tanda dukacita atau kepahitan namun penggunaan abu dan debu tersebut bukanlah sebuah perintah dari Allah,

Rabu Abu 

Nama Rabu Abu berasal dari pengolesan abu pertobatan di dahi para jemaat disertai dengan ucapan "Bertobatlah dan percayalah pada Injil" atau diktum "Ingatlah bahwa engkau adalah debu, dan engkau akan kembali menjadi debu". (Kej 3:19). Catatan di PL yang pertama kali menganalogikan manusia sebagai debu dan abu adalah oleh Abraham yang tertulis di Kej 18:27.

Adalah Aelfric of Eynsham, seorang kepala biara Inggris, pada abad ke 10 yang pertama kali menempatkan ritual “dies cinerum” (day of ashes) sebagai awal dari rangkaian periode Paskah (Jumat Agung-Paskah).


Dia menulis :
“We read in the books both in the Old Law and in the New that men who repent their sins bestrewed themselves with ashes and clothed their bodies with sackcloth. Now, let us do this little at the beginning of our Lent that we strew ashes upon our heads to signify that we ought to repent of our sins during the Lenten fast. “

Dan kemudian dia memaksakan rekomendasinya ini dengan pencontohan yang menakutkan perihal seseorang yang menolak datang ke gereja untuk  Rabu Abu dan beberapa hari kemudian tewas secara tak sengaja dalam sebuah perburuan babi hutan(Aelfric, “Lives of Saints”, ed. Skeat, I, 262-266).https://catholicsay.com/what-is-ash-wedneesday/

Tradisi ini diikuti hingga saat ini oleh Gereja Katholik. Martin Luther menolak tradisi/ritual Rabu Abu ini.

Praktek menaburkan kepala dengan abu telah ada sebelum munculnya agama Kristen. Itu adalah simbol berkabung untuk orang mati di Yunani Kuno dan Mesir. Abu berfungsi sebagai pengingat bahwa tidak ada dari kita yang abadi dan cepat atau lambat kita akan menjadi debu, abu. 

(Sumber 1: https://culture.pl/en/article/why-do-poles-have-ash-sprinkled-on-their-heads)(Sumber 2 :https://christianity.stackexchange.com/questions/50887/what-is-the-origin-of-throwing-dust-over-head-as-a-sign-of-mourning-in-the-bib)


Kontemplasi :

Pengaitan dengan Kej 3:19
“dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."

Debu berbeda dengan abu. Kembali menjadi debu adalah sebuah konsekuensi yang menggambarkan kesementaraan, ketidakfanaan, bukan penanda kesedihan atau penyesalan.


Kalau kita bicara ritual/simbol :

Pertobatan yg diajarkan  di Perjanjian Baru adalah  dengan baptisan air oleh Yohanes Pembaptis, dengan tujuan memohonkan hati nurani yg baik pada Allah (Mark 1:4 dan 1 Pet 3: 21)  dan dengan Baptisan Roh Kudus oleh Yesus/Allah yakni ketika si manusia serius dalam imannya. (Mat 28:19; Kisah 2:38-39)


Perihal pantang atau puasa :

Puasa atau pantang adalah karena mempelai wanita (alias manusia pengikut Yesus) menantikan dan mempersiapkan diri utk bertemu mempelai Pria (Yesus) yang digambarkan melalui perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh (Mat 25:1-13).  Puasa dan pantang karena manusia sejatinya adalah anak-anak Allah dan tanah (materi, tubuhfisik/debu tanah) tidak ada tempatnya di kerajaan surga (Yoh6:63).

Kejadian 3:19 bicara tentang kefanaan manusia yang jatuh dalam dosa. Yang kemudian akan bersusah payah hidup dari tanah sampai akhirnya kembali ke dalam tanah, yakni tubuh fisiknya.

Adapun rohnya, roh tersebut harus hidup dalam Roh untuk beroleh hidup kekal, yang salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan berpuasa.  Namun demikian, bukan puasa atau berpuasa itu yang menghidupkan si roh tetapi adalah karena Kasih Allah  (only by grace) sebagaimana dicontohkan ke penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus yang meminta Yesus mengingatnya atau seperti kepada roh-roh yang terpenjara yang kepada mereka Yesus datang memberitakan Injil (1 Pet 3:19-20; 1 Pet 4:6). Mereka tidak puasa atau pantang tapi tetap diberikan kasih karunia Allah agar dapat hidup dalam roh.

Kembali ke penyataan Aelfric of Eynsham, kepala biara Inggris di bagian atas..
Dikutip ulang :

“We read in the books both in the Old Law and in the New that men who repent their sins bestrewed themselves with ashes and clothed their bodies with sackcloth. Now, let us do this little at the beginning of our Lent that we strew ashes upon our heads to signify that we ought to repent of our sins during the Lenten fast. “

Di mana ada tertulis di PB  (in the New) orang yang mengaku dosa menaburi tubuhnya dengan abu dan memakai baju dari karung ?

Shalom, TR