Senin, 21 Oktober 2019

Dan Janganlah Membawa Kami Ke Dalam Pencobaan

Bahasa yang digunakan oleh Yesus ketika mengajarkan Doa Bapa Kami adalah Bahasa Aramik, sebagaimana disampaikan oleh Eusebius
sbb :

https://www.catholic.com/qa/was-matthews-gospel-first-written-in-aramaic-or-hebrew

Papias, bishop of Hieropolis in Asia Minor, wrote, “Matthew compiled the sayings [of the Lord] in the Aramaic language, and everyone translated them as well as he could” (Explanation of the Sayings of the Lord [cited by Eusebius in History of the Church 3:39]).

Dari tulisan di situs ini :
https://www.chaimbentorah.com/2014/05/word-study-lead-temptation/

Kita ketahui :
1. Adanya penggunaan sajak (irama/rhyme/ritmik) untuk memudahkan orang di masa lalu mengingat suatu perkataan atau ajaran.

2. Penemuan bagian kitab Mazmur di Dead Sea Scrolls (yakni 11QPsa) tentang permohonan dilepaskan dari  pencobaan yang memiliki frasa yang tersusun dalam pola sajak (ritmik)  tertentu.

———

Ketika frasa di Doa Bapa Kami tersebut dan ayat tentang pencobaan di Kitab Yakobus (Yak 1:13) ditranspose (diubah) ke dalam Bahasa Aramik maka akan didapatkan ritmik yang identik dengan frasa yang terdapat di kitab Mazmur Dead Sea Scrools yg disebutkan di atas.


Dari hal ini, para ahli sampai pada kesimpulan bahwa kata Aramik yang kemungkinan besar digunakan oleh Yesus untuk kata  “Pencobaan” atau “Temptation” (Inggris) atau “peirasmon” (Yunani) adalah kata  “Nesiona”.

Dan apabila ritmik Kitab Mazmur Dead Sea Scrolls tersebut dijadikan sebagai acuan maka pemaknaan  “Nesiona” (dan kemudian menjadi terjemahan) seharusnya adalah

 “Do not allow us to enter wrongful thinking or testing”

bukan

“Lead us not into temptation” .

Atau kalau dalam Bahasa Indonesia kurang lebih menjadi :

“Jangan Biarkan Kami Masuk Ke dalam Pemikiran Yang Salah” Atau
 “ Jangan Biarkan Kami Masuk Ke dalam Pengujian”.

Bukan “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”.

Minggu, 08 September 2019

Aikido : Move Your Mind (Spirit) !

Dalam terjemahan bahasa Inggris, Morihei Ueshiba selaku founder Aikido berkata sbb :
“I am not teaching you how to move your feet. I am teaching you how to move your mind. I am not teaching you martial arts. I am teaching nonviolence.”
Yang diajarkan bukanlah beladiri tapi nonviolence (bukan kekerasan). Yang dijarkannya adalah bagaimana menggerakkan pikiran bukan menggerakkan kaki yang dalam hal ini adalah sebagai perwakilan dari menggerakkan tubuh fisik.
Bagaimana memahaminya ? mari kita lihat gambar di bawah ini :

Tubuh fisik sudah dikuasai dan secara usia, yang lebih muda tentunya lebih kuat tubuh fisiknya.
Aikido atau Morihei Ueshiba tidak mengajarkan bagaimana menggerakkan kaki/tubuh fisik tapi cara menggerakkan pikiran. 
Tubuh fisik yang sudah terkuasai bisa menyebabkan pikiran ikut-ikutan terkuasai, namun tidak harus demikian !.
Melalui Aikido diajarkan bahwa pikiran itu sejatinya bebas , the mind is free, the spirit is free. 
Ketika berada dalam tubuh fisik, pikiran atau roh itu malah jadi terpenjara. 
Kita lihat gambar di atas, kalau pikiran sudah ikut2 an pada kondisi si tubuh fisik, maka ya sudah, selesailah sudah, tidak ada jalan keluar.Meronta-ronta atau gerakan2 fisikal lainnya sudah pasti kalah sama usia, pada keterbatasan fisik. 
Tidak demikian halnya apabila pikiran itu bebas, apabila pikiran bergerak.Tubuh fisik bisa saja terkuasai tapi pikiran bisa tetap bebas, dan bebasnya pikiran adalah kekuatan sejati.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia berada dalam penguasaan materi, pada upaya pemenuhan kebutuhan materi. Kerja siang malam demi materi, demi tubuh fisik dan segala yang terkait dengan itu. Pikiran menjadi terpenjara, roh menjadi terpenjara.
Agama mengajarkan jalan pembebasan dari keterkuasaan itu, yakni ketika manusia bisa melihat esensi dari agama-agama yang ada.


Aikido memberikan alternatif lainnya, yakni latihan membebaskan pikiran/hati/roh dengan simulasi keterkuasaan tubuh fisik (analog materi/kebutuhan materi) sebagaimana di gambar di atas.
Menggunakan pikiran bukanlah diartikan sebagaimana hipnotis tapi dengan menyadari bahwa pikiran itu sejatinya tidak bisa dikuasai/dikalahkan oleh materi. Contoh sederhananya bisa kita lihat dalam keseharian. Tubuh fisiknya di kantor atau di sekolah tapi pikiran bisa melantur kemana-mana.
Lalu apa ?
Manusia bukanlah tubuh fisiknya, bukan namanya,bukan rasnya, bukan agamanya. Manusia adalah pikirannya, adalah hatinya, adalah rohnya.
Dan roh/pikiran/hati ini harus bebas karena nature sejatinya adalah bebas.Dan inilah yang oleh agama2 samawi dikatakan sebagai surga, at leastdalam pemahaman saya :-)
Terbebas dari rasnya, terbebas dari pemisahan2 material : kaya-miskin, tua-muda, cantik-jelek dlsb, pejabat-rakyat biasa dlsb.
Terbebas dari mengejar2 materi (harta/tahta dan wanita/pria) karena ketika mengejar2 hal-hal itu pikiran/hati/roh malah terkungkung, dikuasai oleh materi. 
Terus bagaimana tuh si kakek bisa melepaskan diri dengan pikirannya ? dengan hatinya ? lah ya itu, harus dipraktekkan, harus dicoba, harus dirasakan. Banyak kata tidak akan bisa menjelaskan rasa/pengalaman. Sama dengan banyak kata tak akan pernah bisa menggantikan rasa manis buah mangga, karena kata-kata bukanlah rasa manis itu.
Jadi ya.... harus dicoba ! :-)