Kamis, 14 Juli 2011

‘Tidak Perlu’ Gedung Gereja

 
Awalnya, kata Kristen tidaklah berarti sebuah agama tapi sebuah sebutan kepada orang, yakni orang-orang yang mengikut jalan yang ditunjukkan dan dipimpin oleh Yesus dari Nazareth yang menginspirasi mereka.

Awalnya, tidak ada rumah ibadah khusus karena Yesus mengajarkan dan menunjukkan bahwa tubuhNya lah Bait Allah. Melalui Dia manusia merasakan kehadiran Allah, Immanuel. Allah bukan di dalam bangunan tapi di dalam diri orang yang berserah diri kepadaNya. 

Murid ‘ngikutin Gurunya dong ? harusnya sih begitu khan ya ?

Yesus mengajarkan bahwa penyembahan Allah bukanlah di gunung atau di Yerusalem atau dengan kata lain di dalam sebuah bangunan atau di tempat2 khusus tertentu namun penyembahan adalah dalam Roh dan Kebenaran (Yoh 4:21). 

Yesus mengajarkan bahwa penyembahan Allah adalah dalam keseluruhan hidup dan keberadaan si murid karena Bait Allah adalah tubuh fisiknya dan penyembahan Allah adalah dalam Roh dan kebenaran. 

Dalam Roh dan Kebenaran dan tubuh fisik sebagai Bait Allah artinya tempat fisikalnya atau area duniawinya bisa dimana saja. Di pasar, di rumah, di kantor, di jalanan, di gunung, di hutan, di mana saja.

Sebelum ada pengajaran oleh Yesus, Bait Allah identik dengan bangunan yang dipercayai sebagai tempat kehadiran Allah. Sama halnya dengan Musa yang bertemu AllahNya di dalam kemah yang terpisah dari umatnya. 

Allahnya Musa datang di tempat khusus/tertentu dan Musa menemuinya di tempat khusus/tertentu itu.

Lalu ada ajaran dari Yesus, tepatnya berbunyi sbb :

Yoh 4:21 Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.
Yoh 4:23 Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Yoh 4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”

Dan kemudian kita ketahui bahwa bangunan Bait Allah agama Yahudi diratakan dengan tanah dan sampai sekarang tidak ada lagi bangunan sejenis. 

Lantas darimana datangnya gedung gereja ? 

Ada tertulis Petrus serta Yohanes masuk ke bangunan Bait Allah tersebut (Kis 3:3).
Sebenarnya ‘ngapain sih ke bangunan Bait Allah sementara Bait Allah itu adalah tubuh diri sendiri ?

Saya percaya, Petrus dan Yohanes ke bangunan Bait Allah adalah mencari tempat khusus yang terpisah dari rumah mereka untuk kemudian baru masuk ke Bait Allah yang sebenarnya yakni diri mereka sendiri.

Ketika bangunan Bait Allah rata dengan tanah ? 

Saya percaya sih mereka tidak pusing, karena kesejatian perjumpaan manusia dan Allah itu bukan di bangunan tapi di dalam diri mereka sendiri.

Selanjutnya Yesus mengajarkan sbb :

Mat 6:1. “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.
Mat 6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Masuk ke kamar dan tutup pintu, tersembunyi. 

Bangunan bisa mewakili ketersembunyian namun tidak selalu. Di pasar, di terminal, di angkot pun bisa bersembunyi, yakni masuk ke dalam diri sendiri, ke dalam hati dan kemudian menaikkan doa pada Allah. Tidak perlu diketahui orang lain. 

Lantas bagaimana bernyanyi bersama-sama memuji Allah ? memberikan pujian adalah untuk menyiapkan roh (to elevate the spirit) agar ‘frekuensinya’ sama dengan ‘frekuensi” Allah. 

Sendirian bisa nggak ? siapa bilang kalau nyanyi sendiri berarti sendiri ? ada banyak malaikat2 Allah yang tak kasat mata yang akan berada di sekitar manusia yang memuliakan Allah karena ‘hobi’ malaikat2 itu memang memuji Allah dan akan bergabung dengan manusia2 yang sedang memuji Allah. Lagian, ketika hati memang serius memuji Allah, lah artinya tidak sendirian dong, khan ada Allah yang menemani ? 

Lantas bagaimana dengan mendengar firman ? mendengarkan kotbah ? 

Halah…, dulu aja nggak ada bangunan Bait Allah bisa aja kok kristen2 awal itu bertekun dalam pengajaran. Itu malah belum ada Kitab Injil.. Lagian yang penting prakteknya bukan ? teorinya mah cuma 4 ayat, Mat 22:37-40. Di ayat 40 nya malah dibilang : Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Bayangkan, seluruh teori (hukum taurat dan kitab para nabi, “diringkas” cuma jadi dua ayat saja, ayat 37 dan 39, kasih pada Allah yang diwujudkan melalui kasih pada sesama manusia.

“Lalu ‘ngapain lagi ?”

Bagi-bagi kelebihan berkat sebagaimana dilakukan oleh murid awal ? ah ini bisa dimana saja ngumpulnya, di food court MKG juga bisa dipakai untuk rapat panitianya, distribusinya langsung aja ke rumah2 yang memerlukan.

Jadi, Kristen ‘tidak memerlukan’ bangunan gereja. 

Dibakar ? halah… biarin aja.. :-)  tidak dikasih ijin ? “emangnya mau ‘ngapain ?”

Ijin itu khan ijin bangunan, bukan ijin beribadah atau kekebasan beribadah.
Ibadah mah ibadah aja !!, sama Allah aja nggak perlu ijin apalagi sama manusia/pemerintah, ya nggak ?:-)


Masuk aja ke dalam hati, masuk ke dalam kamar, tutup pintu, berdoa pada Allah alias mengasihi Allah, terus ya keluar kamar … mengasihi sesama : bantuin istri cuci piring, bantuin anak-anak bikin PR, ganti popok, betulin genteng bocor, mengunjungi saudara atau teman yang sedang sakit, atau ikut kerja bakti kalau pas ada kerja bakti di lingkungan RT de el el… de el.el..

Kayaknya begitu khan ya ? :-)


Salam,
Topan

Meributkan Urutan Ciptaan Di Kejadian

“Yang ini kok nggak logis ?”.  “Nggak mungkin ada ciptaan itu karena belum ada ini dan itu”.   “Yang ini bagaimana ?,  kok katanya sudah ada langit dan bumi di ayat ini, sementara di ayat satunya lagi nggak ada ?, absurd deh ini !”.  “Shamayim itu khan nama dewa bla..bla..bla..” “erets itu khan bumi bla..blaa.... “kenapa di ayat 1 tidak ada kata “berfirmanlah” ?”, aneh dan absurd tuh !...dstnya..dstnya...

Debat...debat...debat...

Memperbebatkan Kitab Kejadian, sepanjang masa memperdebatkan cerita penciptaan.. 

………………………..

Ada suatu masa dimana manusia menyatakan sesuatu ada atau suatu keberadaan adalah berdasarkan apa yang bisa dipersepsi oleh mata fisikalnya saja. 

Manusia menyatakan seorang manusia ada ketika si manusia itu 'keluar' dari perut ibunya. Sebelumnya manusia tidak tahu 'apa' yang ada di dalam 'perut' seorang manusia perempuan.

Lalu manusia berkembang, manusia bisa tahu apa yang ada di dalam 'perut' manusia perempuan, calon manusia juga, ternyata seorang manusia ada bahkan sebelum dia bisa dilihat oleh mata fisikal manusia lainnya. 

Telah terjadi pergeseran makna keberadaan, pergeseran definisi suatu keberadaan, suatu eksistensi.

Lalu manusia terus mencari dan mendapatkan makna keberadaan, makna eksistensi. Manusia menemukan dan bisa merasakan bahwa keberadaan manusia itu tidak semata ditentukan oleh keberadaan tubuh fisiknya saja. Melalui rasa (intuisi), melalui mimpi, kemudian melalui surat atau telepon, manusia bisa merasakan kehadiran seseorang. 

Kehadiran yang diwakili oleh media lainnya.

Adanya persamaan wajah atau sifat atau bahkan cara tertawa juga bisa membawa manusia pada kesadaran bahwa seseorang bisa hadir melalui orang lain. Seorang ayah yang “hadir” melalui anaknya, baik karena kemiripan wajah maupun watak atau cara tertawanya.

Sifat atau cara tertawa atau cara berpikir bisa terus ada walau tubuh fisik sudah tidak ada.
Kemudian manusia terus mencari, dan sebagian menemukan bahwa eksistensi manusia bahkan sudah ada sebelum tubuh fisiknya ada. Sebelum tubuh fisik terbentuk di dalam rahim, manusia sudah ada. Sebagian menyebutnya sebagai roh, keberadaan roh. Roh masuk ke dalam tubuh fisik.

Dari pemahaman akan kesadaran manusia pada sebuah makna eksistensi, kita bisa menemukan bahwa ada dan tiada adalah suatu dikotomi yang berkembang sesuai dengan perkembangan tingkat kesadaran manusia. Ada dan tiada kehilangan makna keterpisahannya. Ada adalah tiada, tiada adalah ada. 

Manusia yang belum lahir bisa disebut tidak ada namun sekaligus ada, karena dia sudah ada di dalam perut atau roh sudah ada sebelum tubuh fisik ada. 

Sama halnya dengan ketiadaan, manusia yang mati fisikal bisa dikatakan tidak ada lagi namun bisa juga dikatakan ada, karena rohnya toh masih ada, melanjutkan kehidupan selanjutnya. 

Tubuh fisiknya ? tubuh fisiknya juga masih ada, sebagian (tulang belulangnya) mungkin masih ada di tanah, sementara itu dagingnya digunakan oleh mahluk lain atau berada dalam eksistensi yang lain, dalam tanah, dalam tubuh belatung yang memakan tubuh fisik itu atau malah sudah masuk ke dalam tumbuhan (rumput/tumbuhan yang tumbuh disekitar kuburan atau bahkan sudah berada di tubuh  hewan (sapi yang makan rumput).

Lalu kita bicara penciptaan, penciptaan oleh Allah. 

Manusia menulis tentang penciptaan, tentang suatu keberadaan, sebuah eksistensi. Manusia menulis bahwa Allah menciptakan, Allah menjadikan sebuah keberadaan, sebuah eksistensi.

Kita yang manusia sudah bisa memahami bahwa ada dan tiada itu adalah kesemuan. Ada bisa dikatakan tidak ada, tidak ada bisa dikatakan ada.

Lalu terjadi perdebatan tentang mana yang lebih dulu ada, urut-urutannya, dan kemudian sampai kepada kesimpulan sepihak oleh manusia lainnya : "tidak logis", "salah" dan lain sebagainya...

Kita yang manusia saja sudah bisa memahami 'anehnya' atau 'lucunya' sebuah keberadaan, 'sebuah' ada dan tidak ada.

Dan kita berupaya menjangkau, menerka-nerka Allah melalui kitab kejadian.

Allah adalah awal, adalah keberadaan dan sekaligus ketidakadaan itu sendiri. Terjadinya segala sesuatu dari Allah, Allah adalah asal dari sebuah bahkan segala keberadaan. Terjadinya segala sesuatu oleh Allah adalah dari ketidakadaan, yang mana ketidakadaan itu ya Dia sendiri juga, karena pada mulanya yang ada hanya Dia saja.

Bagi manusia, ada dan tidak ada itu menjadi kabur dikotominya sebagaimana kontemplasi di atas, bagaimana dengan Allah yang bukan manusia bahkan diimani sebagai di atas manusia ? Sudah bagus kalau dipahami bahwa ada dan tidak ada bagi Allah itu juga sama kaburnya dikotominya. Bagaimana kalau tidak ada dikotomi sama sekali ? Tidak ada  yang namanya “ada” dan “tidak ada” dalam "kamus" Allah karena Dia adalah keberadaan dan sekaligus ketidak-adaan.

Lalu kita bicara kitab kejadian, dan meributkan hal itu. Hari pertama, hari kedua,hari ketiga dstnya... 

“Yang ini kok nggak logis ?”.  “Nggak mungkin ada ciptaan itu karena belum ada ini dan itu”.   “Yang ini bagaimana ?,  kok katanya sudah ada langit dan bumi di ayat ini, sementara di ayat satunya lagi nggak ada ?, absurd deh ini !”.  “Shamayim itu khan nama dewa bla..bla..bla..” “erets itu khan bumi bla..blaa.... “kenapa di ayat 1 tidak ada kata “berfirmanlah” ?”, aneh dan absurd tuh !...dstnya..dstnya...

Debat...debat...debat...
.........

Tidak ada ruang dan waktu bagi Allah namun sekaligus bisa dikatakan ada ruang dan waktu bagi Dia. Kenapa ? karena Dia adalah keberadaan dan ketidakadaan. Ruang tercipta oleh karena adanya batasan atau pembatasan, waktu tercipta karena adanya matahari atau bulan. Ruang dan waktu adalah dari Allah sehingga bisa dikatakan ada ruang dan waktu bagi Allah namun sekaligus juga tidak ada ruang dan waktu bagi Dia. Dia ada dan tidak ada ketika konteks pembicaraan adalah ruang dan waktu. 


Berkata-kata atau berpikir bagi sebagian manusia bisa dikatakan dua hal yang berbeda namun bisa dipahami sebagai hal yang sama saja, bedanya berpikir/pikiran tidak bunyi, kata-kata bunyi... tapi esensinya ya sama saja. Pikiran tidak harus dibunyikan karena toh bisa ditulis bahkan digambar. Bunyi (kata-kata) kehilangan makna otoriternya karena bisa digantikan oleh yang lainnya.


Berkata-kata dan diam bisa dikatakan sama saja karena kata-kata lahir dari sebuah ke-diam-an, berkata-kata adalah diam dan diam adalah berkata-kata. Kata-kata bisa menjadi sebuah diam ketika tidak ada yang mendengarkan.

Keberadaan sesuatu disebut ada setelah dikatakan, namun bisa juga tanpa kata-kata (dikatakan/difrimankan) karena keberadaan sesuatu itu adalah menjadi/bagian dari  Sang Keberadaan itu sendiri.

Dalam kejadian 1:1, langit dan bumi ada adalah karena keberadaan Allah itu sendiri, tanpa perlu ditulis setelah dikatakan/difirmankan atau bahkan difikirkan..
Ada dan tiada, ada adalah tiada, tiada adalah ada, manusia bisa memahami ini dan bisa terjadi pada manusia.

Bagi Allah ? ya apalagi ! :-)

Jadi ? Kitab Kejadian tidak akan habis-habisnya dibahas bagi yang mau berada dalam dualisme, dalam pendikotomian ada dan tidak ada.

Bagi yang mau memperdebatkan, selamat berdebat, mudah-mudahan otaknya pada capek sendiri dan mudah-mudahan segera mendapatkan pencerahan...