Senin, 12 Desember 2011

Mengapa Allah Menciptakan Manusia

Tulisan ini adalah jawaban/tanggapan kepada sahabat Esther  Wijayanti di Kompasiana.

=====


Esther,
Kita tidak sedang bicara Allah kejam vs tidak kejam (kasih). Tulisanmu adalah perihal tujuan penciptaan manusia, makna eksistensi manusia.
——-
*** (Esther) Apakah Dia membentuk aku karena dia memang ingin membentuk aku seperti membuat manusia-manusia lainnya? Apakah Dia membentuk aku tanpa tujuan?****
———
TR :
Tentu saja ada tujuannya. Tapi tujuannya bukanlah sebagaimana yang anda ‘terima’ sbb :
**** (Esther) Lalu Dia menaruh aku di dalam sebuah kotak tertutup. Tiba-tiba Dia membuka kotak itu. Membukanya dengan sangat cepat. Lalu muncullah aku dari dalamnya. Menari, menyanyi, memuji Dia. Persis seperti sebuah music box. Aku muncul dari dalamnya menyanyi. Allah melihatku. Dia melompat. Dan bersorak-sorak. Berlarian sekeliling ruangan sambil bersorak-sorak penuh sukacita*****


Jawaban tujuan yang demikian (Esther) justru menempatkan Allah sebagai pesakitan alias human flatter themselves. This is a way human flatter themselves. “Gue eksis karena Tuhan butuh gue untuk kebahagiaanNya”.
It ‘s not like that, not even close. :-)


“pencerahan’ demikian terjadi karena tercampurnya memaknai Penciptaan dengan memaknai Kasih.
Benar bahwa Allah adalah Kasih tapi Dia mencipta/memberadakan manusia bukan karena kasih.

Allah menciptakan manusia bukan karena dia kesepian sendirian sehingga untuk ‘bahagia’ Dia menciptakan manusia .

Lantas mengapa Dia menciptakan manusia ?
Bertahap ..

Mengapa ? Why ? 

Jawab : karena Dia pencipta. He does that.
Sama seperti kita bertanya : “mengapa matahari bersinar ?” jawabnya adalah karena it does that : bersinar.
Bukan karena tumbuh2an membutuhkannya sehingga matahari bersinar. Atau karena matahari membutuhkan tumbuh2an baru bisa dia bisa disebut matahari, sehingga si matahari “bahagia” karena adanya tumbuh2 an itu.
Allah bersukacita dan menari2 ketika membuka kotak itu paralel dengan alasan matahari bersinar karena tumbuh2an membutuhkan sinarnya. Matahari jadi tergantung pada tumbuh2 an. Allah jadi tergantung pada manusia.
……

Allah mencipta manusia karena Dia adalah pencipta.
Sama aja spt mengapa Dia menciptakan gunung, alam semesta dlsb adalah karena Dia pencipta. He does that, He is that (creator).

Lalu, Apa tujuannya Allah menciptakan manusia ?
What for ?

Jawaban sederhana (tapi mungkin membingungkan) adalah : penciptaan. Tujuan mencipta adalah pencipta. Analog : tujuan bernyanyi adalah bernyanyi :-)
Manusia tercipta untuk penciptaan. Tak beda sama ciptaan2 lainnya, tercipta untuk penciptaan.
Kemudian, kita lanjutkan, untuk siapa pencipataan itu ?

For whom ?

Untuk Allah ? ini malah akan kembali ke ‘pencerahan’ anda itu : ciptaan flatter themselves.
Untuk ciptaan lainnya ? tumbuh2 an utk manusia, atau manusia untuk tumbuh2an ?, manusia untuk belatung, atau belatung untuk manusia ?, galaksi untuk manusia, apa manusia untuk galaksi ?
Atau untuk masing2 ciptaan itu sendiri ? untuk manusia itu sendiri ?
Manusia ada untuk manusia itu sendiri.

Bingung ?

Pakai analogi..

Anak2 manusia seharusnya ada untuk si anak2 itu sendiri. Ortu tidak bisa ‘memasukkan’ diri mereka ke si anak. Memasukkan keinginan2 agtau ambisi2 mereka pada si anak. Kasih ortu tidak boleh kemudian malah menjerat si anak, memaksa mereka untuk balas budi. Karena kasih yang demikian bukan lagi kasih. Apa yang diberikan ortu tak ubahnya seperti investasi yang bisa diambil kapan saja. So ? for that chlid’s sake. Untuk si anak itu sendiri. Bahkan tuntunan dan ajaran2 yang diberikan dari ortu bukanlah untuk si ortu, bukan untuk kebahagiaan atau nama baik si ortu tapi untuk kebaikan si anak itu sendiri, untuk si anak itu sendiri.

Keberadaan manusia adalah untuk si manusia itu sendiri. Menjadi jelas dengan adanya free will (kehendak bebas). Sebuah bukti bahwa manusia itu benar2 eksis. Bukan perpanjangan tangan Allah , tidak diharuskan menyenangkan hati Allah.

Kalaupun si manusia itu memilih untuk taat pada kehendak Allah atau bahasa lainnya menyenangkan Allah, maka itu BUKAN untuk Allah. Itu untuk si manusia itu sendiri, untuk kebaikannya sendiri.
This would make God indeed a God. Allah tidak tergantung pada manusia. Kebahagiaan Allah tidak berada di tangan manusia. Karena kalau berada di tangan manusia maka Allah yang demikian justru adalah Allah yang harus dikasihani.

Lalu kasih bagaimana atau di mana ?

Kasih adalah jawaban ketika ada pertanyaan, mengapa Allah PEDULI pada manusia. Mengapa Dia mengutus nabi2. Mengapa Dia mau2nya menemui manusia yang berdosa. Dan manusia yang eksis juga bisa melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan Allah.


Cheers,
Topan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.