Ada
sebagian kecil Kristen yang menuduh agama Kristen telah terkontaminasi ajaran
dan budaya bahkan agama pagan Yunani kuno karena nama Yesus yang orang Ibrani
tertulis dalam bahasa Yunani : Ἰησοῦς
(ieseous)
“Nama orang kok
diganti-ganti ? emangnya anda mau apa nama anda diganti-ganti ?”. (penuduh)
Siapa
yang mengganti-ganti nama orang ?
Coba
anda pikir, ada sebuah cerita atau kesaksian yang hendak disampaikan dan ketika
sampai pada suatu kata, yakni nama pribadi yang diceritakan dalam kesaksian
tersebut, terpaksa harus diam tak bersuara kerena pembaca TIDAK BISA membaca
deretan huruf yang ada di hadapannya.
Contoh
: sebuah tulisan ditulis dalam bahasa
Indonesia dan pembaca adalah orang yang mengerti bahasa Indonesia. Lalu ada
sebuah kesaksian, sebuah cerita, misalnya sbb :
Pada
suatu hari, berangkatlah ישוע menyeberangi Danau Tiberias dan di
seberang danau kemudian dia menyembuhkan seorang yang terkena penyakit kusta.
Si
pembaca hanya bisa dan mengerti aksara latin, yakni aksara yang digunakan dalam
bahasa Indonesia. Bagaimana si pembaca tersebut harus membaca dan
membunyikan : ישוע tersebut ?
Diam
aja gitu ? dan pesannya malah tidak sampai. Siapa yang menyembuhkan si kusta ?
---
Lihat
aksara/simbol-simbol ini. Adakah orang Indonesia yang hanya belajar dan
mengerti bahasa Indonesia yang bisa membaca dan memahami maknanya ?
ฉันยังไม่ได้กินเป็นเวลาห้าวัน
??
Tiap
bahasa suatu bangsa memiliki aksaranya masing-masing. Orang Mesir kuno memiliki
hireoglif, yakni aksara-aksara yang berbentuk symbol. Orang China yang memiliki
aksara China dan orang Jepang yang memiliki kanji, hiragana dan katakana.
Demikian pula orang Ibrani, mereka juga punya aksara mereka sendiri..
Contoh
deretan aksara non aksara latin di atas adalah aksara Yunani (Ἰησοῦς) dan
aksara Ibrani (ישוע). Aksara Ibrani tidak ada maknanya bagi pembaca/pemakai
akasara Yunani dan demikian pula sebaliknya. Aksara Ibrani dan Yunani tersebut
juga tidak ada artinya bagi pemakai bahasa Indonesia yang menggunakan aksara
latin (a-z).
---
Bagaimana
komunikasi bisa terjadi ? Lalu, kalau tidak ada komunikasi bagaimana bisa
terbuka dan terjalin hubungan ?
Yang
telah belajar akan mengerti bahwa yang deretan simbol-simbol aksara atau huruf
yang kemudian terangkai menjadi sebuah kata tujuannya adalah untuk menyampaikan
makna, untuk menyampaikan hakekat.
Yang
utama dari sebuah deretan aksara, entah simbol atau huruf latin adalah
maknanya. Selama yang melihatnya tidak tahu maknanya maka tidak ada artinya
deretan huruf-huruf atau simbol-simbol yang dilihatnya.
Yang
ada terlebih dahulu adalah makna, adalah hakekat, baru kemudian manusia
menggunakan aksara , entah yang berbentuk simbol (hiroglif, kanji, aksara china) atau huruf latin (A-Z) untuk menyampaikan atau mewakili makna/hakekat
tersebut.
Lihat
saja pada bayi, mereka sudah punya rasa, yakni lapar, haus, capek, bosan dan
lain sebagainya. Kemudian baru mereka belajar dan diajarkan deretan huruf
(kata) untuk menyampaikan rasa-rasa tersebut. Ada kata “lapar” untuk
menyampaikan rasa (makna/hakekat) lapar, dstnya.
---
Selanjutnya,
untuk memudahkan pembaca membunyikan suatu kata (atau nama) yang berasal dari
bahasa asing si pembaca, maka kemudian dilakukan
transliterasi, yakni penggunaan huruf-huruf dan tata bahasa di bahasa pembaca atas
suatu kata atau nama dari bahasa asing yang akan disampaikan dalam bahasa
pembaca. Tujuannya adalah untuk memudahkan pembaca, untuk menolong pembaca.
Dasar
yang digunakan untuk transliterasi ini adalah huruf dari kata/nama asing
tersebut dan juga pembunyian yang hendak didapatkan.
Dan
perlu kita sadari bahwa lidah masing-masing bangsa itu berbeda-beda dalam
membunyikan suatu kata atau rangkaian huruf. Contoh, bunyi nama “George” kalau
didengar telinga orang Indonesia akan terdengar ada huruf “J” nya, yakni akan
terdengar “ jorje” . Dan kalau orang Indonesia tidak melihat huruf/kata
“George”nya maka si orang Indonesia tersebut akan menulis “Jorje”.
Apakah
si orang Indonesia mengubah nama si George ?
Tidak khan ? dalam
keterbatasannya, si orang Indonesia yang hanya mendengar bunyi “Jorje” akan
menulis nama si George menjadi “Jorje”.
Nah,
kembali ke laptop, apakah murid2 penulis
kitab-kitab Injil mengganti nama Yesus sehingga kemudian ini artinya agama
Kristen telah terkontaminasi agama pagan atau budaya Yunani ?
Tolong
ya, belajar lebih banyak !
Para
penulis kitab-kitab Injil itu tujuannya adalah menolong sesamanya, menolong
manusia-manusia selanjutnya mendapatkan suatu kisah/kesaksian tentang seorang
pribadi yang telah menjamah mereka dengan KasihNya. Yang bersangkutan adalah
orang Ibrani dan namanya pun tertulis dalam bahasa Ibrani karena orang tuanya
pun Ibrani totok J. Tapi perbuatan yang bersangkutan itu perlu
disampaikan ke orang-orang lain, ke banyak orang. Dan kemudian para penulis
kitab-kitab Injil tersebut memilih bahasa Yunani yang pada saat itu adalah
bahasa yang mereka kuasai dan juga adalah bahasa yang dipakai oleh banyak orang
di masa itu.
Dan
mereka melakukan transliterasi, yakni membuat nama/deretan huruf yang
bersangkutan ke dalam aksara Yunani, supaya bisa dibaca oleh pemakai/pembaca
bahasa Yunani.
Apa
sih susahnya menulis dalam aksara Ibrani bagi mereka , toh para penulis
tersebut juga menguasai bahasa Ibrani ? tidak ada susahnya sama sekali !, mudah
malah. Tapi, deretan huruf Ibrani ישוע
tidak aka nada artinya bagi yang tidak memahami aksara ibrani tersebut.
Pembaca tulisan dalam bahasa Yunani tersebut (kitab Injil) akan diam saja
ketika menjumpai deretan huruf Ibrani tersebut dan akhirnya komunikasi/pesan
yang hendak disampaikan menjadi tidak sampai; “siapa yang menyeberangi danau
tiberias dan menyembuhkan yang kusta tersebut ?”
Untunglah
para penulis kitab2 Injil tersebut, sebagaimana yang manusia yang hendak
berkomunikasi menyadari bahwa yang utama adalah makna dari nama pribadi yang
telah menjamah mereka dengan kasihnya tersebut.
Semaksimal
mungkin mereka berupaya berkomunikasi, menyampaikan hakekat dan kemudian mereka
mentransliterasi huruf ibrani tersebut berdasarkan
huruf yang tersedia dalam bahasa Yunani dan sesuai tata bahasanya.
Demikianlah
untuk transliterasi dari Yshua menjadi Ἰησοῦς
.
Untuk
transliterasi menjadi “Yesus”, “Yasu” (Arab), “Iesus” (Latin) , 耶稣 (Chinese)
atau yang lainnya, maka prinsipnya sama seperti uraian di atas. Keinginan
berkomunikasi, keinginan untuk menolong orang lain yang berbeda bahasa dan
aksara dengan bahasa dan aksara Ibrani.
Jadi, TIDAK ada yang mengganti nama orang.
Yang ada adalah segelintir orang-orang yang malas belajar dan maaf, sotoy ! J
salam,
topan
Terkait :
Nama Iesous
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.