Minggu, 26 Juni 2011

Kepastian Keselamatan dalam Allah Yang Menyelamatkan

Apakah ada kepastian ? bukankah di dunia ini kita telah terbiasa mendengar bahwa satunya-satunya kepastian adalah ketidakpastian itu sendiri ?

Lantas apa makna kepastian keselamatan di sini ?

Yesus memberikan perumpamaan anak yang hilang yang ternyata adalah penggambaran watak Allahnya, watak BapaNya. (Luk 15:11-32)

Dalam perumpamaan anak yang hilang, kita bisa lihat bagaimana sikap atau penerimaan si bapak.

Sang bapak begitu bersukacita atas kepulangan anaknya yang hilang. segera dia menyambut si anak dengan pelukan dan ciuman dan dilanjutkan dengan pemulihan si anak. Jubah, cincin dan sepatu adalah perlambang dari pemulihan si anak.

Selanjutnya, atas kepulangan si anak yang hilang, si ayah mengadakan pesta sukacita. begitu berbahagianya sang bapak atas kepulangan anaknya tersebut.

Demikianlah penggambaran Allah yang disampaikan sekaligus disembunyikan oleh Yesus Kristus dalam sebuah perumpamaan, perumpamaan anak yang hilang.

Anak yang hilang adalah penggambaran manusia yang berdosa. Si anak yang hilang memilih terpisah dari bapaknya, mengejar-ngejar keinginannya sendiri, demikianlah manusia berdosa. Memilih untuk terpisah dari Allah, memilih untuk mengejar2 keinginannya sendiri. keterpisahan, egoisme.

Di perumpamaan anak yang hilang, sang bapak bahkan tidak mengucapkan satupun kata penghakiman dan juga tidak ada penghukuman. berbeda dengan manusia, yang salah satu kemungkinannya adalah berkata : “ngapain loe balik lagi ke rumah ? sono luh, biar mampus sekalian” atau “udah ?, udah kapok luh ? “ atau bahkan menghukum dulu si anak yang hilang tersebut atau malah mengusir si anak.

Yang dilakukan sang bapak adalah memeluk anaknya, menciumnya, memberinya cincin, jubah dan sepatu dan merayakan sukacitanya dengan sebuah pesta.

Jadi, dalam Yesus, sikap Allah pada manusia berdosa adalah jelas, adalah pasti, yakni dia menerima kedatangan semua anak-anaknya, semua manusia yang mau kembali padanya dengan sukacita dan dengan pemulihan bagi si manusia.

Inilah kepastian itu, kepastian pertama.

Manusia bisa mengetahui dengan pasti bahwa kedatangannya pada Allah adalah dinanti-nantikan olehNya.

Tidak ada hitung-hitungan : “eiiittt.. tunggu dulu, enak aja loe kembali ke rumah gue, ntar dulu, lihat dulu loe dah bagaimana ? “

Tidak adanya penghukuman juga dengan jelas disampaikan oleh yesus melalui ajaran dan tindakannya. dia berkata bahwa dia tidak menghakimi siapapun,”I pass judgment on no one”, demikan katanya. kepada perempuan yang tertangkap jinah dia berkata : “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Berbuat dosa adalah ‘bunuh diri’. kematian dan hukuman sudah diterima di saat manusia melakukannya. bukan Allah, bukan Yesus yang menghukum atau mematikan baik di saat berdosa ataupun “nanti-nantian entah kapan” di neraka jahanam. 

Penghukuman dan kematian dilakukan oleh si manusia itu sendiri. analoginya adalah seperti manusia yang menahan nafas, memilih tidak menghirup oksigen. oksigen sebagai analog allah yang adalah kehidupan, menolak Allah artinya menolak kehidupan,menolak oksigen. si manusia yang menahan nafas akan kesulitan sendiri dan akan mati dengan sendirinya kalau tetap menolak menghirup oksigen.

Berita sukacita atau injil adalah pemberitaan tentang pengampunan Allah, tentang Allah yang pasti menerima semua anak-anaknya yang mau kembali kepadaNya dan bahkan mengutus anakNya, Yesus Kristus, untuk membawa, membantu, menyertai anak-anakNya yang mau itu kembali padaNya seumpama gembala yang menggendong domba.

Allah mengutus Yesus Kristus untuk membawa siapapun yang mau kembali padaNya sebagaimana gembala menggendong dombanya.

Yang diperlukan adalah penyerahan diri secara menyeluruh (hati, jiwa, akal); berbalik arah, dari mengejar dunia ke mencari Allah, mengasihi Allah.

Ada kepastian keselamatan sebagaimana yang diajarkan, disampaikan dan dicontohkan oleh Yesus. bahkan Yesus berjanji akan terus datang, terus menyertai, terus menyelamatkan sebagaimana gembala yang mencari domba-dombanya yang hilang.

Inilah kepastian kedua.
……………….

Dari awal, masalahnya adalah di manusia, manusia meninggalkan Allah.

Allah tidak pernah bermasalah dengan manusia, sehingga, sebenarnya keselamatan adalah suatu kepastian. Ketidakpastian adalah milik manusia, karena dari “sononye” memang manusia lah yang bermasalah.

Tapi bagaimana dengan waktu ? bagaimana dengan berbenah diri ?

Allah adalah Kehidupan, Allah adalah pemulihan, sebagaimana digambarkan pada pribadi sang bapak dalam perumpamaan anak yang hilang.

Begitu si anak menyerahkan dirinya pada bapaknya, maka pemulihan segera diperolehnya, pelukan hangat, ciuman, jubah, cincin dan sepatu segera diperolehnya. Penyerahan diri adalah problem manusia, dari dulu sampai sekarang.

Tidak mendengarkan perkataan Allah adalah problem penyerahan diri, karena kalau menyerahkan diri artinya tidak ada diri dan artinya akan mendengarkan perkataan Allah.

Mengejar2 kenikmatan dunia adalah masalah penyerahan diri, mengejar materi, kekayaan, kuasa atas manusia lainnya dan lain sebagainya.

Enak dong ? tinggal menyerahkan diri saja, terus selamat, masuk surga …

Siapa bilang penyerahan diri enak ? apa definisi enak ? ..

apa “enak”, ditampar pipi yang satu lah malah diminta menyerahkan pipi yang satunya lagi ?

Oh kalau begitu “nyantai-nyantai aja dulu…” “ntar aja nunggu dekat kematian baru menyerahkan diri..”

Pertanyaannya adalah, ada yang tahu kapan dia mati ?

Satu hal lagi, kita kenal istilah : old habits die hard, kebiasaan lama susah dihilangkan..

Jadi, mengapa menunda ?

Maukah kita meninggalkan masalah kita ?


Tulisan Terkait :





salam,
topan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.