Minggu, 26 Juni 2011

Penjahat Masuk Firdaus, Enak Bener ?

Salah satu kemungkinan komentar yang bisa keluar dari kita ketika membaca Lukas 23:40-43 adalah : "loh kok enak bener ? ”si penjahat itu  kok ‘nggak mesti berbuat baik ? ’nggak mesti susah-susah ?", ”enak aja terus langsung masuk ke Firdaus !. apa ini ?” ”Bagaimana dengan melakukan kehendak Allah untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Allah ?”

Sebelum atau sesudah berkomentar demikian, ada baiknya kita bertanya : "apa yang dimiliki oleh penjahat itu yang gagal kita lihat ?" what do we miss ?"

Menurut saya, yang juga dulu gagal saya lihat adalah  : keinginan/desires/kehendak dan penyerahan diri sepenuhnya, keinginan menyerahkan diri, yang tertuang dalam kalimatnya :
----------------------------------------
"Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.
----------------------------------------

Bagi si penjahat tersebut, Yesus adalah kebenaran, kebenaran yang sudah secara salah diperlakukan. Dia membandingkan dirinya yang salah dengan seseorang yang tidak salah, ada perbedaan, ada keterpisahan. Dia mengakui keterpisahannya (Lukas 23:40). Selanjutanya ada sesuatu di dalam diri si penjahat itu, ada keinginan yang kemudian mendorongnya untuk menyerahkan dirinya pada Yesus.

Dalam keinginan, dalam kehendak  sudah tidak ada lagi logika. Mungkin bisa diawali oleh pikiran, oleh logika, namun penyerahan itu adalah mempertaruhkan hidup pada apa yang diterima secara pikiran.
Kehendak atau keinginan adalah  lintas ruang dan waktu dan  tidak bisa dibatasi oleh logika.

Tidak terbatas ruang, contoh : tubuh fisik di kantor, tapi keinginan bisa ke mana aja : jalan-jalan ke Bali dlsb. Tidak terbatas waktu, keinginan itu bisa terus menghantui dari hari ke hari, dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun atau bahkan dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya (bagi yang mau percaya  :-)
Keinginan tidak dibatasi oleh logika, dokter sudah bilang kurangi makan daging karena kolestrol sudah tinggi, tapi keinginan ”makan kolestrol tinggi” sulit dibendung oleh logika, kalaupun tidak memakannya, namun keinginan memakan bisa tetap bercokol. 

Keinginan hanya bisa ”dikalahkan” oleh keinginan, tidak dengan logika. Kita bisa melihatnya di anak-anak yang merengek-rengek minta mainan tertentu, logika tidak bisa menghentikan keinginan si anak (mahal harganya/tidak edukatif). Keinginannya atas mainan tertentu itu hanya bisa dialihkan ke keinginan yang lain, mainan lainnya atau keinginan tidak mau lagi memiliki mainan tersebut.

 Kehendak atau keinginan kembali pada Allah, atau melakukan segala sesuatu demi Allah semata tidak ditentukan oleh ”jam terbang”, oleh hari-hari/tahun-tahun melakukannya. Keinginan atau kehendak itu ditentukan oleh  keinginan/kehendak itu sendiri. Berhari-hari/bertahun-tahun melakukan kehendak Allah sepenuh hati dan jiwa adalah sama nilainya dengan sekali melakukan kehendak Allah sepenuh hati dan jiwa, penentunya adalah kehendak/keinginan itu, bukan waktu, bukan lamanya melakukan.

Si penjahat tidak memiliki waktu untuk berkali-kali menunjukkan keinginannya, penyerahan dirinya, namun waktu bukanlah hal yang relevan, waktu bukanlah penentu, penentu adalah keinginan, kekuatan keinginan itu sendiri : ”where there is a will, there is a way”.

Si penjahat tidak memiliki ruang untuk berkali-kali menunjukkan keinginannya, penyerahan dirinya, namun ruang bukanlah penentu, penentu adalah keinginan itu sendiri: ”where there is a will, there is a way”.
 Atas adanya kehendak, adanya keinginan, si penjahat menerima jawabannya :  
 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”.

Salam,
Topan Ripan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.